Kamis, 03 Juli 2014

RITUAL SADRANAN DI KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI



logo-unnes.jpg

MAKALAH
RITUAL SADRANAN KECAMATAN CEPOGO
KABUPATEN BOYOLALI
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Telaah Pranata Masyarakat Jawa

Di Susun Oleh
Nama   : Noel Tri Darmasto
NIM    : 2601410030


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Bagi sebagian masyarakat Jawa,khususnya masyarakat Cepogo Kabupaten Boyolali tradisi Sadranan merupakan kewajiban untuk menyambut datangnya Sya’ban atau 16 Ruwah.Sadranan merupakan tradisi yang bersifat khas dan wajib untuk dolestarikan karena merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang yang menjadi bagian dari beraneka ragam berbagai tradisi dan adat istiadat di Indonesia.

B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat di susun rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa latar belakang dilaksanakanya Ritual Sadranan di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali?
2.    Bagaimanakah jalanya atau prosesi Ritual tersebut ?
3.    Apa peran masyarakat dalam Ritual Sadranan tersebut ?
4.    Apakah makna dan fungsi dari Ritual Sadranan?

C.      Tujuan
Dari perumusan masalah tersebut, maka dapat di rumuskan tujuan dari penulisan makalah ini ialah :
1.    Untuk mengetahui alasan Masyrakat Cepogo mengikuti Ritual atau Tradisi Sadranan.
2.    Untuk mengetahui bagaimana sanksi yang diperoleh apabila tidak mengikuti Ritual  tersebut.
3.    Untuk mengetahui Apa,Mengapa dan Bagaimana Ritual Sadranan itu dilaksanakan.


BAB II

PEMBAHASAN

TradisiSadranan

Tradisi Sadranan adalah sebuah tradisi adat di Jawa khususnya Jawa Tengah yang berupa ritual mengirim atau mendoakan ahli waris beserta leluhurnya yang sudah meninggal dunia. Tradisi Sadranan diadakan tiap bulan Sya’ban tahun Hijriyah. Ada yang merayakannya di awal bulan, tengah bulan atau di akhir bulan dan masih dilaksankan hingga kini.
Tradisi Sadranan ini berupa Sedekahan atau Kenduri , bisa perorangan atau kelompok dan dilakukan di rumah dengan membagikan sedekah atau Kenduri yang berupa nasi beserta sayur mayur dan lauk pauknya
Yang lebih unik dan ramai lagi yaitu Sedekah atau Kenduri yang diadakan di pendapa makam. Penduduk yang punya ahli waris yang sudah meninggal dan dimakamkan di makam tersebut yang mengadakan Sedekah atau Kenduri, menunya lebih lengkap. Selain nasi, sayur, lauk pauk ada juga aneka macam snack atau jajan pasar dan buah – buahan. Sesudah berdoa selesai mereka yang ikut kenduri terutama anak-anak yang berebut(rayahan) makanan. Selain Sedekah atau Kenduri tradisi Sadranan juga mengadakan nyekar ( ziarah ) ke makam ahli waris dan leluhurnya dari satu makam ke makam yang lain. Juga selepas nyekar singgah tuk silahturahmi ke sanak saudra walaupun itu saudara jauh ( hubungan kekerabatannya ), sehingga terlihat tali persaudaraan dan kekeluargaan masih tepelihara dengan baik. Begitulah tradisi Sadranan di Jawa Tengah.

Warga Cepogo Gelar Sadranan
Warga di Desa Sukabumi dan beberapa desa di Kecamatan Cepogo, Boyolali, menggelar acara sadranan di pemakaman desa pada hari Rabu, 28 Juli 2010 yang bertepatan dengan tanggal 16 Sya’ban atau 16 Ruwah. Usai memanjatkan doa di pemakaman desa, warga menggelar acara sebagaimana layaknya saat Lebaran.
Di Desa Sukabumi, kegiatan sadranan dilakukan sejak Selasa malamnya. Diawali dengan kegiatan pembacaan surat Yasin dan tahlilan di kompleks pemakaman Tunggulsari di desa setempat. Lalu dilanjutkan dengan bersih-bersih makam seusai melaksanakan Shalat Subuh dan ritual sadranan dimulai sekitar pukul 08.00 WIB. Ratusan warga membawa sejumlah makanan dan buah-buahan yang dimasukkan ke dalam tenong yang terbuat dari anyaman bambu.makanan tersebut berupa makanan tradisional olahan sendiri dan makanan jajanan pasar.Tenong itu dibawa dengan cara disunggi di atas kepala menuju kompleks permakaman. Tenong-tenong itu kemudian ditata rapi di halaman kompleks permakaman untuk disantap seusai berdoa.
Salah seorang warga desa mengatakan, ritual sadranan mengandung makna silaturahmi dengan seluruh masyarakat yang ada. serta mengharap rezeki melalui perantaraan silaturahmi ini. Yang menarik dalam ritual tradisi sadranan adalah warga membuka pintu rumahnya untuk menyambut para tamu yang datang dan meminta para tamu untuk makan nasi atau lontong yang telah disediakan pemilik rumah. Sementara itu, juru kunci makam Tunggulsari, Mahdi Winaryo, mengatakan, tahun ini sadranan diikuti masyarakat enam desa, yakni Desa Sukabumi, Desa Sambungrejo, Clolo, Ngepos, Ngluntung dan Desa Bendosari.

Ratusan warga di Sukabumi, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin, memadati Makam Umum Surolayu, mengikuti upacara ritual "Sadranan" yang digelar setiap tahun menjelang bulan puasa (Bulan Ruwah Jawa). Rutusan warga tersebut sejak pukul 07.30 WIB mulai berkumpul di lokasi makam leluhurnya desa setempat dengan membawa sebuah "tenong" atau tempat kue yang bentuknya bundar untuk disedekahkan, setelah mereka menjalani prosesi ritual doa bersama. Menurut Warsito (60) pengelola makam Purolayu Dukuh Tunggulsari, Desa Sukobumi, mereka berkumpul di pemakaman itu mengikuti upacara Sadranan dengan cara membersihkan makam dan doa bersama dipimpin seorang Kiai atau pemuka agama desa tersebut.Warga yang mengikuti Sadranan di Cepogo, kata dia, berasal dari berbagai daerah, mereka mendatangi leluhurnya yang dimakamkan di tempat pemakaman ini untuk mendoakan arwahnya. Setelah itu, mereka membagikan kue-kue yang dibawa dari rumah untuk disedekahkan.Menurut dia, tradisi tersebut sudah dilakukan sejak zaman nenek moyangnya sekitar tahun 1944 hingga sekarang masih dilestarikan warga.Upacara ritual Sadranan tahun ini, kata dia, dihadiri ratusan orang dan mereka membawa tenong atau tempat kue sekitar anatar 750 hingga 800 tenong.
Sejarah desa ini,diawali dari datangnya seorang ulama Syah Ibrahim atau yang dikenal oleh warga setempat bernama "Bonggol Jati" saat menyebarkan Agama Islam. Tempat pemakamannya juga ada di Makam Sorulayu ini.`Rusli warga Kabupaten Semarang, mengatakan, keluarganya datang ke Sukobumi setiap tahun untuk mengikuti Sadranan. Kegiatan itu merupakan tradisi Jawa yang harus dilakukan setiap memasuki bulan ruwah atau bulan puasa."Sadranan ini, selain mendoakan para leluhur, juga untuk acara silaturahmi kepada sanak saudara dan para tetangga," katanya.Sesepuh Desa Sukobumi, Kiai Haji Muhammad Suparno menjelaskan, tradisi sadranan merupakan budaya jawa yang tersisa dan warga sekitar masih tetap melestarikan higga sekarang.Tradisi tersebut juga dilakukan oleh para leluhurnya yang penyebarkan Agama Islam di desa setempat, Yakni, Kiai Bonggol Jati atau juga disebut Syah Ibrahim merupakan cikal bakal adanya desa ini.Kiai tersebut dimakamkan di tempat ini. Selain itu, dimakam ini juga ada kepunden orang yang sangat dihormati, yakni Haji Ahmad Dahlan dan Kiai Songomerto.Menurut dia, mereka melakukan sadranan selain mendoakan para leluhurnya masing-masing dan mengenang jasa-jasanya, mereka juga sebaga ajang silahturahmi kepada sanak saudara dan para tetangga.Prosesi sadranan itu, mereka setelah berdoa bersama dan mendengarkan ceramah, kemudian menyantap hidangan yang dibawa dari warga. Makanan yang dibawa warga itu, sesuai ajaran agama membagikan sedekah agar rizekinya juga lancar.Sementara pada setiap rumah warga sekitar bersamaan dengan kegiatan sadranan tersebut kelihatan terbuka dan mereka bersiap-siap menyambut para tamu yang hadir di tempat itu.
            Ada pendapat menurut Tri Joko mantan guru Bahasa Jawa SMA N 1 Cepogo.beliau menjelaskan kata Sadranan diambil dari kata “Sadara” yang merupakan kidung yang digunakan dalam ritual Sadranan pada masa Para Wali dalam menyebarkan agama Islam.yang kemudian oleh waraga dinamakan acara Sadaranan,kemudian dari mulut ke mulut warga menyebutnya Sadranan.





BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa :
Ritual Sadranan tersebut sudah dilakukan sejak zaman nenek moyangnya sekitar tahun 1944 hingga sekarang masih dilestarikan warga.Upacara ritual Sadranan tahun ini, kata dia, dihadiri ratusan orang dan mereka membawa tenong atau tempat kue sekitar anatar 750 hingga 800 tenong. Sejarah desa ini,diawali dari datangnya seorang ulama Syah Ibrahim atau yang dikenal oleh warga setempat bernama "Bonggol Jati" saat menyebarkan Agama Islam.ritual sadranan mengandung makna silaturahmi dengan seluruh masyarakat yang ada. serta mengharap rezeki melalui perantaraan silaturahmi ini. Yang menarik dalam ritual tradisi sadranan adalah warga membuka pintu rumahnya untuk menyambut para tamu yang datang
b.      Saran
Dari kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan:
Ritual Sadranan merupakan tradisi yang khas dari suatu daerah tertentu dan tidak dimiliki oleh daerah lain,dan didalamnya terdapat adat dan tradisis yang patut dijadikan sebagai pedoman untuk menjaga rasa persatuan melalui silaturahmi sehingga kita sebagai warga negara yang cinta akan budaya warisan leluhur sepantasnya melestarikan dan memelihara sebaik mungkin kelak anak cucu kita masih dapat menikmatinya.








Daftar Pustaka

Hakekat dan Makna Sadranan
Ritual Sadranan Boyolali,www.google.com
BOYOLALI (KRjogja.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar