
MAKALAH
RITUAL
SADRANAN KECAMATAN CEPOGO
KABUPATEN
BOYOLALI
Di
Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Telaah
Pranata Masyarakat Jawa
Di
Susun Oleh
Nama : Noel Tri Darmasto
NIM : 2601410030
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Bagi sebagian masyarakat Jawa,khususnya
masyarakat Cepogo Kabupaten Boyolali tradisi Sadranan merupakan kewajiban untuk
menyambut datangnya Sya’ban atau 16 Ruwah.Sadranan merupakan tradisi yang bersifat khas dan wajib untuk dolestarikan
karena merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang yang menjadi bagian
dari beraneka ragam berbagai tradisi dan adat istiadat di Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas, maka
dapat di susun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
latar belakang dilaksanakanya Ritual Sadranan di Kecamatan Cepogo Kabupaten
Boyolali?
2. Bagaimanakah
jalanya atau prosesi Ritual tersebut ?
3. Apa
peran masyarakat dalam Ritual Sadranan tersebut ?
4. Apakah
makna dan fungsi dari Ritual Sadranan?
C. Tujuan
Dari perumusan masalah tersebut, maka
dapat di rumuskan tujuan dari penulisan makalah ini ialah :
1. Untuk
mengetahui alasan Masyrakat Cepogo mengikuti Ritual atau Tradisi Sadranan.
2. Untuk
mengetahui bagaimana sanksi yang diperoleh apabila tidak mengikuti Ritual tersebut.
3. Untuk
mengetahui Apa,Mengapa dan Bagaimana Ritual Sadranan itu dilaksanakan.
BAB II
PEMBAHASAN
TradisiSadranan
Tradisi
Sadranan adalah sebuah tradisi adat di Jawa khususnya Jawa Tengah yang berupa
ritual mengirim atau mendoakan ahli waris beserta leluhurnya yang sudah
meninggal dunia. Tradisi Sadranan diadakan tiap bulan Sya’ban tahun Hijriyah.
Ada yang merayakannya di awal bulan, tengah bulan atau di akhir bulan dan masih
dilaksankan hingga kini.
Tradisi Sadranan ini berupa Sedekahan atau Kenduri , bisa perorangan atau kelompok dan dilakukan di rumah dengan membagikan sedekah atau Kenduri yang berupa nasi beserta sayur mayur dan lauk pauknya
Tradisi Sadranan ini berupa Sedekahan atau Kenduri , bisa perorangan atau kelompok dan dilakukan di rumah dengan membagikan sedekah atau Kenduri yang berupa nasi beserta sayur mayur dan lauk pauknya
Yang
lebih unik dan ramai lagi yaitu Sedekah atau Kenduri yang diadakan di pendapa
makam. Penduduk yang punya ahli waris yang sudah meninggal dan dimakamkan di
makam tersebut yang mengadakan Sedekah atau Kenduri, menunya lebih lengkap.
Selain nasi, sayur, lauk pauk ada juga aneka macam snack atau jajan pasar dan
buah – buahan. Sesudah berdoa selesai mereka yang ikut kenduri terutama
anak-anak yang berebut(rayahan) makanan. Selain Sedekah atau Kenduri tradisi
Sadranan juga mengadakan nyekar ( ziarah ) ke makam ahli waris dan leluhurnya
dari satu makam ke makam yang lain. Juga selepas nyekar singgah tuk
silahturahmi ke sanak saudra walaupun itu saudara jauh ( hubungan
kekerabatannya ), sehingga terlihat tali persaudaraan dan kekeluargaan masih
tepelihara dengan baik. Begitulah tradisi Sadranan di Jawa Tengah.
Warga
Cepogo Gelar Sadranan
Warga di Desa Sukabumi dan beberapa desa di Kecamatan
Cepogo, Boyolali, menggelar acara sadranan di pemakaman desa pada hari Rabu, 28
Juli 2010 yang bertepatan dengan tanggal 16 Sya’ban atau 16 Ruwah. Usai
memanjatkan doa di pemakaman desa, warga menggelar acara sebagaimana layaknya
saat Lebaran.
Di Desa Sukabumi, kegiatan sadranan dilakukan sejak
Selasa malamnya. Diawali dengan kegiatan pembacaan surat Yasin dan tahlilan di
kompleks pemakaman Tunggulsari di desa setempat. Lalu dilanjutkan dengan bersih-bersih
makam seusai melaksanakan Shalat Subuh dan ritual sadranan dimulai sekitar pukul
08.00 WIB. Ratusan warga membawa sejumlah makanan dan buah-buahan yang
dimasukkan ke dalam tenong yang terbuat dari anyaman bambu.makanan tersebut berupa makanan tradisional olahan sendiri dan makanan
jajanan pasar.Tenong itu dibawa
dengan cara disunggi di atas kepala menuju kompleks permakaman. Tenong-tenong
itu kemudian ditata rapi di halaman kompleks permakaman untuk disantap seusai
berdoa.
Salah seorang warga desa mengatakan, ritual sadranan
mengandung makna silaturahmi dengan seluruh masyarakat yang ada. serta
mengharap rezeki melalui perantaraan silaturahmi ini. Yang menarik dalam ritual
tradisi sadranan adalah warga membuka pintu rumahnya untuk menyambut para tamu
yang datang dan meminta para tamu untuk makan nasi atau lontong yang telah
disediakan pemilik rumah. Sementara itu, juru kunci
makam Tunggulsari, Mahdi Winaryo, mengatakan, tahun ini sadranan diikuti
masyarakat enam desa, yakni Desa Sukabumi, Desa Sambungrejo, Clolo, Ngepos,
Ngluntung dan Desa Bendosari.
Ratusan warga di Sukabumi,
Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin, memadati Makam Umum
Surolayu, mengikuti upacara ritual "Sadranan" yang digelar setiap
tahun menjelang bulan puasa (Bulan Ruwah Jawa). Rutusan warga tersebut sejak
pukul 07.30 WIB mulai berkumpul di lokasi makam leluhurnya desa setempat dengan
membawa sebuah "tenong" atau tempat kue yang bentuknya bundar untuk
disedekahkan, setelah mereka menjalani prosesi ritual doa bersama. Menurut
Warsito (60) pengelola makam Purolayu Dukuh Tunggulsari, Desa Sukobumi, mereka
berkumpul di pemakaman itu mengikuti upacara Sadranan dengan cara membersihkan
makam dan doa bersama dipimpin seorang Kiai atau pemuka agama desa tersebut.Warga
yang mengikuti Sadranan di Cepogo, kata dia, berasal dari berbagai daerah,
mereka mendatangi leluhurnya yang dimakamkan di tempat pemakaman ini untuk
mendoakan arwahnya. Setelah itu, mereka membagikan kue-kue yang dibawa dari
rumah untuk disedekahkan.Menurut dia, tradisi tersebut sudah dilakukan sejak
zaman nenek moyangnya sekitar tahun 1944 hingga sekarang masih dilestarikan
warga.Upacara ritual Sadranan tahun ini, kata dia, dihadiri ratusan orang dan
mereka membawa tenong atau tempat kue sekitar anatar 750 hingga 800 tenong.
Sejarah desa ini,diawali
dari datangnya seorang ulama Syah Ibrahim atau yang dikenal oleh warga setempat
bernama "Bonggol Jati" saat menyebarkan Agama Islam. Tempat
pemakamannya juga ada di Makam Sorulayu ini.`Rusli warga Kabupaten Semarang,
mengatakan, keluarganya datang ke Sukobumi setiap tahun untuk mengikuti
Sadranan. Kegiatan itu merupakan tradisi Jawa yang harus dilakukan setiap
memasuki bulan ruwah atau bulan puasa."Sadranan ini, selain mendoakan para
leluhur, juga untuk acara silaturahmi kepada sanak saudara dan para
tetangga," katanya.Sesepuh Desa Sukobumi, Kiai Haji Muhammad Suparno
menjelaskan, tradisi sadranan merupakan budaya jawa yang tersisa dan warga
sekitar masih tetap melestarikan higga sekarang.Tradisi tersebut juga dilakukan
oleh para leluhurnya yang penyebarkan Agama Islam di desa setempat, Yakni, Kiai
Bonggol Jati atau juga disebut Syah Ibrahim merupakan cikal bakal adanya desa
ini.Kiai tersebut dimakamkan di tempat ini. Selain itu, dimakam ini juga ada
kepunden orang yang sangat dihormati, yakni Haji Ahmad Dahlan dan Kiai
Songomerto.Menurut dia, mereka melakukan sadranan selain mendoakan para
leluhurnya masing-masing dan mengenang jasa-jasanya, mereka juga sebaga ajang
silahturahmi kepada sanak saudara dan para tetangga.Prosesi sadranan itu,
mereka setelah berdoa bersama dan mendengarkan ceramah, kemudian menyantap
hidangan yang dibawa dari warga. Makanan yang dibawa warga itu, sesuai ajaran
agama membagikan sedekah agar rizekinya juga lancar.Sementara pada setiap rumah
warga sekitar bersamaan dengan kegiatan sadranan tersebut kelihatan terbuka dan
mereka bersiap-siap menyambut para tamu yang hadir di tempat itu.
Ada pendapat menurut Tri Joko mantan
guru Bahasa Jawa SMA N 1 Cepogo.beliau menjelaskan kata Sadranan diambil dari
kata “Sadara” yang merupakan kidung yang digunakan dalam ritual Sadranan pada
masa Para Wali dalam menyebarkan agama Islam.yang kemudian oleh waraga
dinamakan acara Sadaranan,kemudian dari mulut ke mulut warga menyebutnya
Sadranan.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat
di simpulkan bahwa :
Ritual
Sadranan tersebut sudah
dilakukan sejak zaman nenek moyangnya sekitar tahun 1944 hingga sekarang masih
dilestarikan warga.Upacara ritual Sadranan tahun ini, kata dia, dihadiri
ratusan orang dan mereka membawa tenong atau tempat kue sekitar anatar 750
hingga 800 tenong. Sejarah desa ini,diawali dari datangnya seorang ulama Syah
Ibrahim atau yang dikenal oleh warga setempat bernama "Bonggol Jati"
saat menyebarkan Agama Islam.ritual
sadranan mengandung makna silaturahmi dengan seluruh masyarakat yang ada. serta
mengharap rezeki melalui perantaraan silaturahmi ini. Yang menarik dalam ritual
tradisi sadranan adalah warga membuka pintu rumahnya untuk menyambut para tamu
yang datang
b.
Saran
Dari
kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan:
Ritual Sadranan merupakan tradisi yang khas dari suatu
daerah tertentu dan tidak dimiliki oleh daerah lain,dan didalamnya terdapat
adat dan tradisis yang patut dijadikan sebagai pedoman untuk menjaga rasa
persatuan melalui silaturahmi sehingga kita sebagai warga negara yang cinta
akan budaya warisan leluhur sepantasnya melestarikan dan memelihara sebaik
mungkin kelak anak cucu kita masih dapat menikmatinya.
Daftar Pustaka
Hakekat dan Makna
Sadranan
Ritual
Sadranan Boyolali,www.google.com
BOYOLALI (KRjogja.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar